Allah
tidak pernah salah memilih pundak. Di saat orang-orang ketakutan akan
menghadapai beban hidupnya. Namun, berbeda dengan mereka yang berjuang keras
menumpas kemungkaran. Banyak yang meragukan kemampuan dirinya, apakah ia mampu
untuk mengalahkan penjajah dengan tangan kosong. Namun, mereka gigih dengan cerdas mencari cara untuk melepaskan belenggu yang menahan mereka untuk berkarya
di negara mereka sendiri. Ujian bukanlah jalan penghambat kemajuan akan tetapi
salah satu motivasi untuk kembali bangkit. Jangan remehkan kekurangan.
Tetaplah tegar dan tegas meraih semua impianmu.
Mengapa
kamu terlahir di bumi indonesia ini? Negara yang penuh degan carut marut
kebodohan, hiruk-pikuk keserakahan. Demi kaya keluarga hanya barang jual beli.
Kebencian menjadi modal menghancurkan kepercayaan diri akan hebatnya pribadi.
Dilihat
dari sosok angkuh diri ini. Tidak ada bandingannya dengan mereka dimasa lalu.
Mereka berjuang bukan hanya untuk mereka sendiri, tetapi untuk bangsa ini. Diri
siapa? Hanya seorang anak yang sudah dewasa tapi masih meminta-minta
penghidupan dengan keluarga. Mengaku berpendidikan belum mampu menghidupi
pribadi. Apa guna pendidikan bila hanya menjadi aksi gengsi-gengsian. Ayahmu
bukan konglomerat, kawan! Setiap hari hanya makan nasi dan sayur asin pucuk ubi
pahit itu. Apa yang perlu kau sombongkan kawan!
Sehari,
dua hari, seminggu, setahun. Apa yang kamu lihat dari balik jendela kamar kos
itu. Sampai-sampai kakimu bengkak tak mampu beranjak bangun menilik kembali lembaran
kertas yang sudah di coret itu. Perih gak sih hatimu, disaat melihat temanmu
bertoga tertawa bersama mereka yang akan menjemput impian mererka selanjutnya.
Jika tidak. Tanya kembali pada hatimu, apakah kamu mempunyai impian dan tujuan
hidup atau tidak?
“saya
masih keliru” lirih hati.
Lebih baik mencoba kembali menata ruang gerak
ini. Apa mungkin terlalu banyak dengan kelalaian sehingga berkurang keberkahan dalam
sisa umur. Kesempatan untuk hidup hanya sekali, memilih sukses atau memilih
sengsara. Cobalah atur kembali detak jantungmu dengarkan ritmenya secara pelan
dan rasakan bagaimana hatimu meronta. Apakah mengikuti atau mengelabui?
Bangun!
Bangunlah hai tengkorak yang di balut daging! Sampai kapan hanya meratapi
keceriaan palsumu, sedang nasibmu di ujung tanduk. Pakailah otak untuk belajar
berpikir dan resapi kembali kerasnya perjuangan.
***
Mengaku
mencintai rasulullah akan tetapi kena musibah sedikit saja sudah menyerah. Mengaku
mengidolakan sahabat, luka sedikit tidak mau berusaha. Dahulu para sahabat
sangat kasar tangannya demi memperoleh rezeki yang halal, di korbankannya
nyawanya demi mencapai impian kejayaan islam. Sedang kita? Apa yang sudah kita
perjuangkan, cobalah telusuri kembali jejak-jejak semangat itu. Tanam kembali
bibitnya, sirami dan berilah pupuk. Maka tidak sia-sia hasil kerja itu.
“Tidaklah seseorang memakan suatu
makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras
tangannya sendiri. Karena nabi Daud ‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan
hasil kerja keras tangannya.” (H.R. Bukhari)
Hanya
dengan kerja keraslah semuanya membuahkan hasil. Cobalah lihat apa yang
dilakukan ayah atau ibumu di rumah. Apakah dia duduk-duduk saja atau sedang
membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari? Renungkanlah. Renungkanlah
kembali wahai kalian yang hatinya mau di ketuk. Bangunlah, berdiri tegak dan
kerjakan tujuan utamamu hidup di dunia ini. Hidup-berarti-lalu mati.
selamat
BalasHapusTerima kasih. Yuk saling follow.
Hapus